Saya termasuk dalam satu persen anak terpintar di sekolah saya. Oleh karena itu, saya masuk kelas akselerasi di awal tahun pertama saya. Itu adalah saat-saat yang membahagiakan.
Itu adalah kelas khusus, yang mengijinkan saya untuk menyelesaikan pelajaran lebih banyak tanpa harus berupaya lebih keras. Kami mengerjakan tugas sama repotnya seperti kelar reguler, namun kami dapat lulus satu tahun lebih cepat.
Saya bukan tipikal anak rajin dan yang seperti itu sedikit 'membuai' saya. Nilai matematika saya jatuh, dan seperti yang telah saya setujui, jika nilai matematika saya dibawah nilai yang diinginkan kelas itu, saya harus keluar dari kelas itu.
Saya agak menyesal karena keluar dari kelas akselerasi tersebut. Dan sekuat apapun saya membohongi diri saya dan berkata, "Kelas reguler sama saja seperti kelas yang dulu," saya tidak bisa menafikkan kenyataan bahwa kedua kelas tersebut berbeda.
Bukan hanya itu, saya kehilangan beberapa teman terbaik saya karena kejadian itu. Itu adalah titik dimana saya terus jatuh. Nilai semakin buruk, semakin sering telat, dan semakin jarang mengerjakan tugas.
Itu adalah contoh diri saya yang terperangkap pada kebahagiaan. Sekarang saya belajar untuk berpikir benar. Berpikir sebagaimana adanya, tidak dibatasi pikiran dan persepsi, berpikir melampaui kesadaran saya.
Saya sedih saat itu, karena saya tidak bisa menerima bahwa kebahagiaan yang dulunya saya terima ternyata harus lepas dari diri saya. Saya memfokuskan pikiran saya saat itu pada hal-hal yang buruk, sehingga segala hal yang baik saya lupakan.
Saya tidak mensyukuri keadaan saya saat itu. Saya tidak mensyukuri bahwa keadaan saya masih lebih baik daripada beberapa siswa lain. Saya membandingkan diri saya dengan anak-anak jenius yang masih tinggal di kelas, dan meratapi kebodohan saya karena harus keluar dari kelas itu.
Saya lupa bahwa meski saya keluar dari kelas itu, otak saya tetap saya bawa. Meski saya keluar, saya tidak serta merta menjadi benar-benar bodoh. Semua kekalutan saat itu membuat saya melupakan hal-hal yang sebenarnya patut dan harus saya syukuri.
Dan cara paling bagus untuk hancur adalah dengan membandingkan diri yang sekarang dengan kesuksesan di masa lalu. Tidak menerima yang terjadi hari ini, dan fokus pada kekurangan diri yang sekarang dibanding yang lalu.
Percaya saya, jika Anda terperangkap dalam kebahagiaan di masa lalu, mendapati bahwa saat ini tidak seindah dulu, fokus pada hal itu dan terus mengeluhkannya, tak akan ada banyak yang berubah dan bertambah kecuali kenestapaan Anda.
Saya belum seratus persen menguasai ilmu berpikir benar, namun setidaknya saya bisa katakan hal ini pada Anda...
Otak Anda tidak mengenal masa lalu dan masa depan. Jika Anda mengamati perbedaan dari orang kaya yang bertambah kaya dan orang miskin yang bertambah miskin, orang kaya INGIN BERTAMBAH KAYA, ia ingin menyelesaikan tugas ini agar mendapat uang senilai ini, dan hasilnya untuk membeli ini dan ini. Sementara orang miskin MENYESALKAN dan MENGELUHKAN kemiskinannya. Yang terucap dari mulutnya, "Mau gimana lagi, hidup susah, harga barang-barang mahal..." dan lain-lain.
Dan meski orang miskin bekerja lebih keras daripada orang kaya, dengan bingkai berpikir seperti itu, mereka tak akan jadi kaya.
Hal yang sama terjadi pada saya, ketika saya berpikir dan terus berpikir mengenai kebodohan saya karena saya keluar dari kelas itu, saya tidak menjadi semakin cerdas. Dengan menyesali, saya menjadi semakin bodoh. Anda boleh tidak percaya, namun itu yang terjadi pada diri saya, dan itu fakta.
Keadaan akan lebih baik jika saya melewatkan hal tersebut dan mulai memfokuskan diri saya untuk jadi lebih baik dibanding teman-teman sekelas saya di kelas reguler. Dan pesan saya, apapun yang terjadi pada diri Anda saat ini, fokuskan pada hal yang bisa Anda syukuri. Dengan begitu, otak Anda tak punya tempat untuk memikirkan kesedihan, dan dengan begitu, Anda lepas dari perangkap kebahagiaan.
Selalu ingat bahwa kebahagiaan bukanlah kelas akselerasi, bukan rumah Anda, pekerjaan Anda, orang yang selalu baik kepada Anda.
Kebahagiaan ada di dalam pikiran Anda. Jika Anda mencari kebahagiaan di luar diri Anda, ding-doong... Anda telah meletakkan kebahagiaan di luar diri Anda. Anda terperangkap dalam kebahagiaan, dan "Selamat sengsara!" adalah yang bisa saya katakan pada Anda.
Anda menyukai tulisan saya sampai sini? Sayangnya, tulisan ini sudah usai. Anda bisa merenungkan apa yang saya sampaikan hari ini, dan coba tulis apa kesimpulan Anda di kotak komentar di bawah.
Saya akan dengan senang hati membalas komentar yang keluar setelah membaca dan mengerti post ini, baik sebagian maupun seluruhnya... Seperti biasa, Salam Pintar!
P.S: Tulisan ini BUKAN CURHAT. Saya penulis blog motivasi yang menjadikan kehidupan keseharian saya sebagai contoh yang bisa dipetik manfaatnya oleh pembaca saya alih-alih hanya menyampaikan teori. Jadi, jangan sampai ada komen, "Yang sabar, Lam, semua ada hikmahnya." Saya sudah tahu kalau semua ada hikmahnya!
Mulai sekarang, AlamPintar akan update tiap EMPAT HARI sekali. Jika Anda terlalu sibuk untuk mampir, setidaknya pastikan untuk SELALU BACA artikel keren kami via email. Klik di sini untuk Langganan via E-mail!
Anda diperkenankan MENYALIN tulisan di AlamPintar.org selama menyebutkan SUMBER dan mencantumkan LINK menuju blog ini. Kerugian yang disebabkan karena anda secara salah mengikuti apa yang saya tulis di sini di luar tanggung jawab saya sebagai penulis.