Mengubah yang Tak Bisa Diubah | Suatu Kesia-siaan….

barking-cartoon-dogBeberapa hari ini, saya tak posting. Beruntung ada sahabat yang bersedia meluangkan waktunya untuk menulis di sini sehingga blog saya tidak sepi-sepi amat. Terima kasih banyak yah! Nah, tulisan hari ini adalah mengenai menjadi insan yang proaktif. Kebalikan dari proaktif adalah reaktif. Mereka adalah orang yang ketika hujan berkata, “Aduh, kok hujan sih, aku ‘kan jadi basah!!!”

Ada yang sudah mengerti maksud saya?

Orang reaktif adalah orang yang menyalahkan hal yang memang sebenarnya tidak bisa ia prediksi. Ia mencoba mengubah sesuatu yang tak ada dalam kuasanya. Ia ingin agar orang lain berubah, padahal ia tak mencoba untuk memperbaiki dirinya. Jika orang proaktif mengantisipasi hujan dengan membawa jas hujan, orang reaktif akan mengumpat hujan, sambil kehujanan. Menarik sekali bukan si reaktif ini?

Sayangnya (atau malah beruntungnya), orang reaktif menguasai hampir 93% populasi manusia. Ini persentasenya bukan berdasar data valid, namun sengaja saya sisakan 7% nya untuk yang baik-baik karena saya suka angka tujuh…. Hueheuheu… ga nyambung. Intinya, manusia reaktif itu jumlahnya lebih banyak daripada manusia proaktif.

Okay, anda sudah melihat perbedaan dan kebodohan manusia reaktif. Mereka bertingkah dan bertindak seolah-olah merekalah sang korban, padahal pada hakikatnya mereka yang berkuasa. Mereka membuat diri mereka babak belur berkelahi, setelah disenggol sepeda motornya secara tak sengaja oleh orang lain. Sementara orang proaktif akan melupakan hal itu, atau turun sejenak dari sepeda motornya untuk minta maaf.

Manusia reaktif adalah botol soda yang telah terkocok-kocok. Ia terbuka, dan ‘bourst!’ ia meledak!!! Sementara manusia proaktif adalah air, dikocok seperti apapun, ia tetap tenang….

Nah! HIDUP INI PILIHAN! Manusia hidup dengan memilih. Dengan dua pilihan yang tengah saya berikan, anda bisa memilih menjadi reaktif ataukah proaktif. Sean Covey mengatakan bahwa dalam satu hari, kita punya lebih dari 100 kesempatan untuk memilih antara menjadi manusia proaktif ataukah reaktif. Saya pintar, dan dalam banyak hal, menjadi reaktif TAK MENYELESAIKAN MASALAH. Saya percaya setiap orang melakukan segala sesuatu dengan alasan, dan itu membantu saya untuk bersikap proaktif.

Hidup penuh dengan hal-hal yang tak ada dalam kuasa kita. Setiap saat, apalagi di bulan Februari ini, cuaca bisa buruk, teman-teman kita bisa membicarakan kita di belakang kita, seseorang bisa menghina kita, kita bisa dapat surat tilang kapan saja, kita bisa kecelakaan kapan saja, supir bisa mengantuk kapan saja dan ketika mengantuk, ia tak melihat siapa yang ditabraknya, jam weker bisa mati ketika hari itu kita ada upacara, dan banyak hal lagi yang sebenarnya tak bisa kita kuasai.

Seperti yang aku bilang, ORANG PROAKTIF MENGAMBIL JAS HUJAN DAN PAYUNG, ORANG REAKTIF MENGGERUTU DAN KEHUJANAN! Sudah berapa kalikah seseorang membuat kita merem mendadak, memotong jalan kita, apa yang kita perbuat? Kita bisa jadikan hal-hal tersebut membuat hari-hari kita buruk, kita bisa mengacungkan jari tengah kita, kita bisa berteriak, “Ooow! Sialan!”

Namun, kita juga bisa menarik napas panjang dan membiarkannya sambil tersenyum, menertawakannya, dan terus mengayuh sepeda kita. Apa pilihanmu? Terserah! Yang jelas, orang reaktif bertindak dengan naluri kebinatangan untuk melindungi diri dan teritorialnya, sementara orang proaktif menggunakan otak dan pikirannya. Hadiah yang hanya ada untuk manusia.

Orang reaktif adalah orang yang menyedihkan. Mereka berikan kebahagiaan mereka pada orang lain (atau benda), dan biarkan orang lain mengubahnya semau mereka. Ketika mereka memberikan kebahagiaan mereka pada es krim, mereka akan sedih ketika mereka tak melihat es krim di kulkas mereka. Ketika mereka berikan kebahagiaan mereka pada boss mereka, mereka akan berkata, “Seandainya boss ku tak brengsek, pasti segalanya lebih baik.” yang arti sebenarnya adalah, Boss-kulah yang menyebabkan semua masalahku, bukan aku sendiri.

See? Mereka tak letakkan kebahagiaan di DIRI MEREKA SENDIRI!

Orang proaktif bahagia jika mereka ingin bahagia. Ketika mereka ditanya, “Apa yang membuatmu bahagia?” Mereka tak akan jawab dengan kekayaan, rumah, keluarga yang lengkap, waktu lebih banyak, dan segala tetek bengek lain yang sekiranya tak adal dalam kuasa mereka. Alih-alih memberikan kebahagian pada hal-hal tersebut, mereka lebih memilih untuk menjawab, “Aku bahagia ketika aku ingin bahagia! Kapan saja, dimana saja!”

Fiuh…. Sementara sekian dulu, lain kali akan saya lanjutkan dengan tulisan mengenai menumbuhkan sikap proaktif! Nantikan kelanjutannya yah! So stay tune!!!


NB: Post pertama yang lumayan bikin capek, maklum, jemari rasanya agak kaku nih… hihihihi….

Mulai sekarang, AlamPintar akan update tiap EMPAT HARI sekali. Jika Anda terlalu sibuk untuk mampir, setidaknya pastikan untuk SELALU BACA artikel keren kami via email. Klik di sini untuk Langganan via E-mail!

Anda diperkenankan MENYALIN tulisan di AlamPintar.org selama menyebutkan SUMBER dan mencantumkan LINK menuju blog ini. Kerugian yang disebabkan karena anda secara salah mengikuti apa yang saya tulis di sini di luar tanggung jawab saya sebagai penulis.