Jawaban Untuk Mas Benlah (Diary Anak Nakal part 2)

Okay... akhirnya nulis lagi, rek.... hehehehe..... Beberapa hari lagi, saya ada lomba Simulasi Bisnis di Unair, semuanya sudah pada tahu, 'kan? Beberapa hari yang lalu juga, saya ikut lomba karya tulis di ludruk.net

Lumayan juga sih, lomba yang kuikuti. Pengalaman memang harus dicari selagi sempat. Jika kusia-siakan internet di rumah ini dengan buka web-web yang nggak berguna, gimana saya nanti tanggung jawabnya sama yang menciptakan saya. Makanya, sekarang cari pengalaman yang banyak, belajar yang rajin, ambil semua yang bisa kuambil. Jadikan pelajaran. Ya... pokoknya seperti itulah. Internetan lewat speedy itu mahalnya nggak ketulungan, kalo saya habiskan cuman buat fs-an... malu saya sama banyak orang.

Okay deh, kembali ke masalah....

Sebenarnya sih, tujuan posting hari ini bukan mau cerita masalah speedy. Aku mau ngomentarin balik atas komentar satu orang.

Benlah said:

"Kayaknya trik itu cuma akan berhasil pada guru yang memang ngga tegas pendirian. Sebenarnya Pak guru tau itu cuma alasan, namun ia juga takut. Takut kalo2 pelajaran yg disampaikan tidak tepat masuk ke otak murid2nya. Sehingga ia berfikiran kenapa murid pengen ulangan mundur, adalah krn ia berfikir 'wah ini bocah, pelajaran saya belum masuk ke otaknya'. Dan pak guru pun takut kalo dipaksakan maka hasil tidak akan melebihi paras 7.

Tapi inilah ciri2 otak bisnis. Matanya ijo kalo liat duit, tapi merem pas pelajaran. Jika sifat seperti ini terus dilestarikan, kayaknya bakal byk anak SMA jadi looser. Ngga berani ngadepin masalah, malah ngundur2 masalah. Tetep aja meski diundur2 toh akhirnya ketemu juga.

Bagi anak sekolah seharusnya paras bisnis di bawah 7 dengan menekan pelajaran pada paras minimal 8.5."

Baik banget... tapi komentarnya agak bikin miris di hati. Hihihihi... makanya, aku mau balas. Bukan karena aku ga hormat ama dia, tapi karena aku ingin meluruskan pandangan dia terhadap aku. Meski saya bukan orang yang benar-benar baik, tapi saya juga bukan orang 100% jahat. Mohon jangan terlalu diseriusi semua perkataan yang pernah saya lontarkan ke anda. Kalau ada yang menyakitkan di hati... saya mohon maaf. Nggak ada maksud untuk itu... sungguh....

Analisis saya, mas Benlah ini, orangnya cinta sekali dengan tanah airnya, sehingga tidak suka jika Indonesia ini hancur karena remaja-remaja seperti saya.

Tapi, postingan kemarin itu, murni hanya untuk mencairkan suasana yang gerah setelah berturut-turut saya ngepost mengenai bisnis affiliasi saya yang ini. Ini 'kan personal blog. Meski saya boleh promosi di sini karena ini blog saya sendiri, saya juga cinta dengan pembaca blog saya. Huehuehue... Jika isinya terus-terusan promosi, ada beberapa orang yang nggak nyaman dengan hal seperti itu. Dan lagi, personal blog isinya affliliasi, nggak cocok banget....... huehuehue......

Tulisan kemarin itu adalah tulisan khas saya. Saya ini bukan anak paling baik dan rajin di kelas. Melakukan pelanggaran, pernah... Di setrap guru, juga pernah. Waktu kelas satu dulu, saya ini sering telat. Makanya banyak guru yang akrab sama saya.... tapi akrabnya, dalam konotasi yang 'beda' dengan biasanya.... hihihihi...

Yang saya tulis, sekali lagi, hanya guyonan belaka. Meski di bawah ada tulisan, "Tulisan ini untuk meramaikan gerakan anak nakal bla3x", itu hanya bagian dari kegilaan postingan kemarin itu saja. Nggak lebih. Okay, mungkin tulisan saya punya pengaruh buruk terhadap para pembaca, tapi... itu 'kan hanya tulisan sok-sok-an...

Yang saya tulis tidak 100% benar. Itu juga berdasarkan ingatan... jadi, tidak bisa saya tuliskan secara lengkap. Ada beberapa aspek yang hilang karena kealpaan saya. GURU SAYA TAK SEBODOH ITU SEHINGGA MUDAH SEKALI DIBOHONGI OLEH SAYA, dan yang saya katakan tak sesimpel itu juga. Mengulang hal baik dua kali itu sulit, euy! Apalagi laki-laki seperti saya yang tak terbiasa menggosip atau 'menceritakan kembali'.

Poin yang paling ingin saya luruskan adalah penyataan mas Benlah yang ini...

"Tapi inilah ciri2 otak bisnis. Matanya ijo kalo liat duit, tapi merem pas pelajaran. Jika sifat seperti ini terus dilestarikan, kayaknya bakal byk anak SMA jadi looser."

Hahahaha.... okay lah.. saya memang anak SMA yang looser karena melestarikan sifat seperti ini, tapi.... tiap orang punya spesialisasinya sendiri mas! Saya mungkin kurang mampu di matematika, karena saya kurang punya keahlian di sana. Tapi, jangan salah... saya bukan tipe orang yang menganggap pelajaran adalah hal yang tak berguna.

Mungkin saya lemah di matematika, tapi di kimia, di pelajaran lain? Hohoohoo... saya nggak bodoh-bodoh amat. Saya adalah pembicara terbaik di kelas. Mereka menilai saya mempunyai kemampuan seperti ini, bukan karena rayuan bodoh seperti kemarin, TIDAK! Tapi, karena memang saya punya kemampuan yang tinggi di logika. Saya open minded, pandai menjelaskan permasalahan ketika presentasi, penyanggah yang baik, dan penjawab yang brilian. Saya bukan orang dengan nilai terburuk di kelas, meski saya adalah bocah paling nakal di kelas.

Saya menyadari, sistem pendidikan yang ada sekarang, adalah sistem pendidikan ala Belanda yang sudah kuno. Mas tahu nggak, kenapa IPA adalah mata pelajaran yang penting di sekolah-sekolah Indonesia? Jurusan IPA adalah untuk anak-anak pandai, sementara jurusan IPS dan Bahasa adalah untuk anak-anak yang kurang cerdas. Bahkan menjadi anak jurusan IPA adalah 'wah' dikalangan orang-orang Indonesia?

Karena sistem pendidikan lama Belanda ketika jaman penjajahan dulu, menjadikannya seperti itu!!!

Di Jepang dan di negara-negara maju lain, murid-murid dengan IQ di atas rata-rata, di sarankan mengikuti kelas Bahasa atau IPS (sosial). Sementara di Indonesia, yang menganut sisem pendidikan lama Belanda, anak-anak dengan IQ diatas rata-rata, disarankan ke kelas IPA, kenapa bisa berbeda?

Tujuannya Belanda waktu itu adalah, agar orang-orang ber-IQ tinggi tak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Mereka dididik untuk menjadi dokter, guru, perawat, pokoknya jabatan yang tak membahayakan kedudukan penguasa pada waktu itu. Makanya, mereka ditaruh di kelas IPA. Sementara, yang kurang pandai, ditaruh di kelas Bahasa atau IPS.

Lain di Jepang atau di Amerika (apalagi di China). Anak-anak ber-IQ tinggi dididik untuk menjadi merchant atau politik. Dididik untuk berbisnis, dididik untuk mandiri. Dididik untuk tidak bergantung pada orang lain dan tidak mencari pekerjaan seperti yang banyak dilakukan orang Indonesia kebanyakan hingga Indonesia penuh dengan pengangguran. Mereka dididk untuk menjadi mandiri dengan menciptakan lapangan kerja!

Itulah kesalahan Indonesia! Kurang banyak yang mau belajar sejarah karena sejarah adalah IPS, sehingga hal krusial seperti itu tak banyak yang tak tahu.... Makanya, mas saya minta menarik pernyataan bahwa pebisnis itu matanya ijo. Okay lah, mereka mencari uang. Tapi, disamping demi diri mereka sendiri, bisnis itu menyejahterakan orang banyak. Pekerjaan di dunia ini, yang menghasilkan keuntungan terbanyak adalah berdagang. Apapun yang didagangkan, entah jasa, barang, atau apapun. Pokoknya, berdagang adalah hal paling menguntungkan dan yang paling bisa membangun dunia lebih cepat.

Bisnis memicu persaingan, dan itu alasan kenapa sekarang ada komputer, ada mobil dengan model bagus-bagus, ada rumah-rumah dengan desain-desain indah. Dan lain-lain yang tak bisa saya sebutkan di sini. Rasul sendiri, mencontohkan berdagang. Ia jadi sangat kaya di usia 25 tahun karena berdagang (berbisnis). Jadi, selama kita pakai hati dan jujur dalam berbisnis, saya rasa itu bukan hal yang salah.

Fuah! Capek saya ngetiknya..... saya lanjutkan kapan-kapan yah.. masih ada banyak loh, mas Benlah..... Sabar yah... sori atas ketidakmampuan saya mempostingnya dalam satu postingan.

Mulai sekarang, AlamPintar akan update tiap EMPAT HARI sekali. Jika Anda terlalu sibuk untuk mampir, setidaknya pastikan untuk SELALU BACA artikel keren kami via email. Klik di sini untuk Langganan via E-mail!

Anda diperkenankan MENYALIN tulisan di AlamPintar.org selama menyebutkan SUMBER dan mencantumkan LINK menuju blog ini. Kerugian yang disebabkan karena anda secara salah mengikuti apa yang saya tulis di sini di luar tanggung jawab saya sebagai penulis.